Dulu kita mengenal seorang dai selebritis bernama Jefri al-Bukhori rohimahulloh. Ustadz Uje, demikan nama tenarnya, adalah orang Indonesia asli dan sangat mungkin belum pernah tinggal di Bukhoro. Tapi namanya menunjukkan kalau ia berasal dari Bukhoro atau setidaknya pernah tinggal di sana.
Kasus pemberian nama seperti ini sering kita jumpai. Yaitu orang tua memberi nama anaknya dengan nama-nama orang sholih, tetapi yang dijadikan nama adalah “penyandaran“ orang sholih tersebut kepada daerah asalnya. Misalnya, al-Bukhori, al-Ghifari, al-Farisi, ash-Shon’ani, dan sebagainya. Padahal itu semua bukanlah nama. Itu hanya sebutan untuk menunjukkan dari mana asal orang tersebut.
Kejadian seperti ini tidak hanya di kalangan kaum muslimin secara umum, namun di kalangan Salafyyin-pun tidak sedikit kita jumpai. Sehingga memberi nama pun butuh ilmu. Tidak bisa kita sembarangan memberi nama pada anak-anak kita. Karena dalam Islam nama tidak hanya memiliki arti (makna), tetapi di dalamnya juga terkandung doa. Sehingga ungkapan, “Apalah arti sebuah nama” tidak berlaku dalam Islam.
Kekeliruan lain yang banyak terjadi dalam memberi nama adalah memberi nama dengan jumlah yang banyak. Tidak cukup satu atau dua kata, namun bisa empat bahkan lima kata. Padahal dari sisi makna terkadang tidak memiliki arti yang baik dan sejalan dengan syariat.
Kasus seperti ini pun lagi-lagi bukan monopoli kaum muslimin secara umum, namun Salafyyin juga masih sering memberi nama anaknya dengan banyak nama (Iebih dari satu). Misalnya Muhammad Sholih, Abdulloh Umar, Ali Abdul Azis, dan sebagainya.
Memang bukan perkara yang sampai pada tingkat diharomkan, namun memberi nama dengan Iebih dari satu nama bukan hal yang dianjurkan dalam Islam. Sehingga bila memberi nama pada anak kita cukup dengan satu nama, seperti Abdulloh, Ahmad, Umar, Utsman, Zubair, dan sebagainya.
Maka hendaknya kita memperhatikan masalah pemberian nama pada anak. Setiap insan insya Alloh akan memiliki anak, sehingga kita memiliki kewajiban untuk memahami bagaimana bimbingan syariat dalam masalah ini. Karena memberi nama yang baik pada anak termasuk bagian dari pendidikan orang tua kepada anaknya. Selain permasalahan bagaimana memberi nama sesuai bimbingan syariat, pada Fawaid kali ini kamijuga mengangkat satu permasalahan terkait fenomena mulai munculnya dai-dai selebritis dari kalangan hizbiyyun Halabiyyun. Para dai ini sebelumnya sudah malang melintang di dunia dakwah berkamera, entah itu di TV Rodja atau teve-teve yang masih satu jalur dengan mereka.
Keberadaan para dai Halabiyyun di dunia pertevean ini rupanya mampu menarik minat salah satu teve swasta untuk menjadikan beberapa di antara mereka sebagai pengisi acara dakwah di teve swasta tersebut. Di awali dengan Badru Salam yang muncul di Trans 7 kemudian diikuti oleh Syafiq Riza Basalamah.
Tak ayal kemunculan dua dai ini di teve swasta disambut oleh para penggemarnya sebagai keberhasilan besar yang patut dibanggakan. Padahal apa yang terjadi sesungguhnya adalah sesuatu yang sangat memilukan, yaitu dengan makin banyaknya pelanggaran syariat yang dilakukan dalam keadaan dai itu menganggapnya sebagai sesuatu yang “mendingan“. Inilah keadaan terbaru dai-dai Rodja, yang Dzulqarnain dan orang-orang yang bersamanya memberikan pembelaan kepada mereka.
Judul: Majalah Fawaid Edisi 15 vol 02 Ramadhan-Syawal 1436H Juli-Aguslus 2015M
Tema : Tuntunan Syariat dalam Memberi Nama
Penerbit: Ma’had al-Manshuroh
Tebal: 104 halaman
Fisik: 15 cm x 23 cm, uv, soil cover
Harga: Rp 12.000 (Jawa) Rp.14.000 (Luar Jawa)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar